Aksi Bersenjata Gerakan 30 September Pada Awal Oktober 1965

Di Jakarta, tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 01.30  letkol Inf. Untung dengan diikuti Sjam, Pomo, Brigjend TNI Soepardjo dan Kolonel Inf. A. Latief tiba di lubang buaya. Ia memberikan perintah pelaksanaan kepda semua komandan pasukan agar segera berangkat menuju ke sasaran masing-masing yang telah ditetapkan.
  1. Pembagian Tugas Pasukan Penculik
    1. Pasukan Pasopati
Tugas Pasukan Pasopati adalah menculik para Jendral Pimpinan TNI-AD dan membawanya ke Lubang Buaya. Kekuatan bersenjata yang tergabung dalam Pasukan Pasopati terdiri atas satu Batalyon Infanteri (minus) dari Brigare Kolonel Inf. A. Latief, satu Kompi Cakrabirawa dari Batalyon pimpinan Letkol Inf. Untung. Satu pleton dari batalyon infantri pimpinan Mayor Inf. Sukirno/kapten inf. Kontjoro, dan pleton-pleton sukwan PKI
Lettu Inf. Dul Arief yang bertinfak sebagai pimpinan pasukan Pasopasti segera mengumpulkan pasukan dalam formasi yang telah ditentukan;
a)      Pasukan yang ditugasi menculik Jendral TNI A.H Nasution dibawah pimpinan Pelda Djahurup, anak buah letkol Inf. Untung, dengan kekuatan satu kompi pasukan bersenjata dan stu pleton sukwan PKI.
b)      Pasukan yang ditugasi Letjen TNI A. Yani di bawah Pimpinan Peltu Mukidjan, anak Buah Kol.Inf. A. Latief, dengan kekuatan satu kompi pasukan bersebjata dan dua regu Sukwan PKI
c)      Pasukan yang ditugasi menculik Mayjend TNI S. Parman di bawah pimpinan Serma Satar, anak buah Letkol Inf. Untung, dengan kekuatan satu pleton dan satu kelompok Sukwan PKI
d)     Pasukan yang ditugasi menculik Mayjend TNI Soeprapto dibawah pimpinan Serda sulaiman, anak buah Letkol Inf. Untung, dengan kekuatan satu pleton dan satu kelompok Sukwan PKI
e)      Pasukan yang ditugasi menculik Mayjend TNI Haryono MT dipimpin oleh Serma Bungkus, anak buah Letkol Inf. Untug, dengan kekuatan satu pleton dan kelompok Sukwan PKI
f)       Pasukan yang ditugasi menculik Brigjend TNI Sutojo S. dipimpin oleh Serma Sarono, anak buah Letkol Inf. Untung, dengan kekuatan satu pleton dan satu kelompok Sukwan PKI
g)      Pasukan yang ditugasi menculik Brigjend TNI D.I Pandjaitan  dipimpin oleh Serda Sukardjo, anak buah Kapten Inf. kuntjoro, dengan kekuatan satu pleton dan satu kelompok Sukwan PKI.
  1. Pasukan Bimasakti
Kekuatan bersenjata yang dialokasikan kepada Pasukan Bimasakti terdiri atas satu Batalyon Infanteri di pimpin oleh Mayor Inf. Bambang Supeno, dan satu batalyon Infanteri yang dipimpinn oleh Kapten Inf. Kuncoro, empat Batalyon sukwan PKI, dan satu Kompi Infanteri pimpinan Kapten Inf. Suradi berasal dari Briginf pimpinan Kol.Inf A. Latief. Pasukan ini bertugas pokok menguasai kota Jakarta yang telah dibagi menjadi enam sektor, yaitu;
a)      Sektor Jakarta Pusat/kompleks istana Kepres
b)      Sektor Jatinegara
c)      Sektor Senen dan Kemayoran
d)     Sektor Tanjung Priok
e)      Sektor Kemayoran Lama
f)       Sektor Grogol
Sejak dini hari, jum’at tanggal 1 Oktober 1965 pasukan ini telah menduduki dan menguasai objek-objek penting di sekitar Monas. Objek-objek  yang penting dalam sarana komunikasoi juga telah dikuasai seperti gedung RRI Jakarta dan Gedung Telekomunikasi Jakarta Pusat
  1. Pasukan Gatotkaca
Kekuatan bersenjata yang tergabung dalam pasukan gatotkaca terdiri atas satu batalyon pimpinan Mayor Uadara Soejono dan pasukan sukwan dan Sukawati PKI. Satuan ini berfungsi sebagai pasukan cadangan yang bertugas menampung tawanan hasil penculikan dan melakukan pembunuhan serta menguburkan korban-korban hasil penculikan.
  1. Aksi Penculikan
1)      Usaha Penculikan Terhadap Jendral TNI A.H. Nasution
Pasukan yang ditugasi menculik Jendral TNI A.H Nasution dibawah pimpinan Pelda Djahurub dengan berkendaraan truk berangkat dari Lubang Buaya pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 03.00 menuju ke kediaman Jendral A.H Nasution di jalan Teuku Umar 40 Jakarta. Ketika pasukan penculik melewati kediaman Dr.Leimena yang berdekatan dengan kediaman Jendral A.H. Nasution yaitu di Jalan Teuku Umar 36 Jakarta mereka membunuh pengawal yang bertugas di tempat kediaman Dr.Leimena yaitu Ajun Inspektur Polisi Karel Satsuit Tubun.
Ibu Nasution ketika mengetahui ada sejumlah orang bersenjata masuk secara paksa kedalam rumah, segera mengunci pintu kamar dan memberitahu Jendral A.H. Nasution tentang datangnya orang-orang berseragam yang mungkin bermaksud tidak baik. Beliau kurang yakin akan keterangan isterinya itu dan segera membuka pintu kamar. Ketika melihat pintu dibuka, anggota penculik segera melepaskan tembakan kearahnya, dan seketika itu beliau menjatuhkan diri kelantai, dan isterinya cepat-cepat menutup dan mengunci kamar kembali. Tembakan pasukan penculik diarahkan langsung ke daun pintu kamar.
Sementara itu, Ade Irma Suryani putri bungsu mereka yang berumur 5 tahun oleh pengasuhnnya dilarikan keluar kamar dengan maksud hendak diselamatkan, tetapi seorang penculik melepaskan tembakan otomatis dan mengenai punggung Ade Irma Suryani. Jendral A.H. Nasution didorong oleh isterinya untuk keluar dari kamar melalui pintu samping dan menuju ke pagar tembok. Sambil menggendong Putri bungsunya yang terluka, Ibu Nasution menghadapi para penculik yang sudah nberada diruang tengah. Dan dengan memanjat dinding tembok samping rumah, Jendral A.H. Nasution berhasil melarikan diri.
Salah seorang ajudan Jendral A.H Nasution, yakni Lettu Czi Pierre Andreas Tendean yang malam itu menginap di paviliun, terbangun karena kegaduhan di luar kamar. Kemudian ia keluar kamar untuk memeriksa apa yang terjadi, tetpi ia ditangkap oleh gerombolan penculik dan diseret kesalah satu kendaraan. Setelahnya pasukan penculik itu meninggalkan tempat tersebut dan kembali ke Lubang Buaya.
2)      Penculikan Terhadap Letjend TNI A. Yani
Pausukan yang bertugas menculik Men/Pangad Letjend TNI A. Yani dipimpin oleh Peltu Mukidjan berangkat dari Lubang Buaya pukul 03.00 tanggal 1 Oktober 1965. Setiba dirumah Latjend TNI A.Yani di jalan Latuharhary 6 Jakarta, beberapa anggota penculik segera masuk pekarangan rumah. Regu pengawal yang sama sekali tidak menaruh curiga atas kedatangan mereka seketika itu dilucuti. Sebagian pasukan penculik menuju kekediaman Letjend A.Yani dan mengetuk pintu yang dibukakan oleh seorang pembantu, Isteri A. Yani malam itu sedang berada di kediaman resmi Men/Pangad di Taman Suropati. Sementara puteri kedua Letjend  A. Yani terbangun mendengar adanya keributan, tetapi tidak berani keluar kamar. Yang keluar dari kamarnya adalah putera beliau yang berumur 11 tahun, yang segera membagunkan ayahnya, dan belaupun keluar dari kamarya.
Salah seorang anggota pasukan penculik menyampaikan berita baahwa beliau dipanggil Presiden. Ketika beliau menjawab bahwa hendak mandi dan berpakaian terlebih dahul, salah satu dari penculik melarangnya sambil menodongkan senjatanya. Melihat sikap kuran ajar anggota penculik tersebut beliau sangat marah dan memukulnya hingga jatuh. Beliau membalik dan hendak menutup [pintu kaca yang menghubungkan ruang belakang dengan ruag makan, tetapi seketika itu Serda Gijadi, salah seorang anggota penculik menembakkan senjata Thompson dari belakan dan tujuh butir peluru menembus tubuh Letjend A. Yani sehingga beliau terjatuh dan roboh. Praka Wagimin menyeret Letjend A. Yani yang berlumuran darah keluar dari kediamannya dan dimasukkan kedalam kendaraan, dan mereka kembali menuju kw Lubang Buaya.
3)      Penculikan Terhadap Mayjend TNI Soeprapto
Pasukan yang bertugas menculik Mayjend TNI Soeprapto di pimpin oleh Sarda Sulaiman. Berangkat dari Lubang Buaya Tanggal 1 Oktober 1965 pukul 03.00. pasukan penculik ini mamasuki halamn rumah Mayjend Soeprapto di jalan Besuki 19, Jakarta dan mengetuk pintu. Beliau terbangun dan setelah pasukan penculik menyatakan dari Cakrabirawa, beliau keluar dari kamarnya dan membuka pintu. Diteras sudah menunggu beberapa paasukan penculik. Serda Sulaiman mengatakan bahwa Mayjend Soeprapto diperintahkan untuk menghadap presiden dengan segera. Oleh beliau diperintahkan untuk menunggu karena akan berganti pakaian. Para penculik melarangnya dengan kasar, bahkan mendorong serta memaksanya keluar. Beberapa orang penculik memegangi tangannya dan menaikkannnya dengan paksa ke dalam sebuah truk. Kemudian mereka kemabli menuju ke Lubang Buaya.
4)      Penculikan Terhadap Mayjend S. Parman
Pasukan yang bertugas menculik Mayjend TNI S. Parman di pimpin oleh Serma Satar. Berangkat dari Lubang Buaya Tanggal 1 Oktober 1965 pukul 03.00. pasukan penculik ini mamasuki kediamannya  di jalan Samsurizal 32, Jakarta. Mereka memasuki pekarangan rumah dengan melompat pagar. Karena keributan itu Mayjend S. Parman terbangun dan menduga ada perampokan dirumah tetangganya. Beliau keluar kamar dengan maksud memberi bantuan . ketika membuka pintu depan, diluar telah menunggu para paenculik yang mengatakan bahwa beliau dipanggil oleh Presiden. Beliau mengattakan akan memenuhi panggilan tersebut dan kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian. Dua orang penculik mengikutinyab dari belakang. Beliau minta agar mereka menunggu di ruang tengah saja, tetapi mereka tidak mengindahkannya.
Ibu S. Parman mulai curiga akan tingka laku mereka yang demikian kasar. Beliau menanyakan surat perintah panggilan dari Iatana Presiden, seorang menjawab bahwa surat perintah tersebut ada pad Pelda Yanto di luar. Usaha Ny. S. Parman untuk melihat surat printah tersebut tidak berhasil. Karena surat peintah itu memang tidak pernah ada. Bahkan beliau ditodong dengan sangkur. Dengan berpakaian lengkap Mayjend S. Parman kluar kamar, sambil melangkah beliau meminta kepada istrinya agar menelpon  letjend A. Yani, untuk melaporkan kejadian tersebut. Ternayata kabel telepone telah diputus. Mayjend S. Parman dimasukkan kedalam kendraan pasukan penculik dan dibawa ke Lubang Buaya.
5)      Penculikan Terhadap Mayjend TNI Haryono MT
Pasukan yang bertugas menculik Mayjend TNI Haryono MT di pimpin oleh Serma Bungkus. Berangkat dari Lubang Buaya Tanggal 1 Oktober 1965 pukul 03.00. setibanya di kediaman Mayjend Haryono MT di jalan Pramabanan 8, Jakarta. Serma Bungkus memberi tahu Ny. Haryono bahwa Mayjend Haryono dipanggil oleh Presiden. Ny. Haryono yang tidak menaruh curiga kepada mereka kemudian membangunkan Mayjend Haryono, beliau menaruh curiga dan melaui Isterinya beliau meminta agar kembali lagi sektar pukul 08.00.Serma Bungkus memaksa agar beliau berngakat pad malam itu juga. Kerena menyadari sesuatu hal yng tidak wajar beliu meminta kepda isteri dan anak-anaknya pindaah kekamar sebelah. Sementar itu Serma bungkus dan beberapa anggota penculik berteriak-teriak meminta agar beliau keluar.
Kerena beliau tidak memenuhi permintaan tersebut, mereka melepaskan tembakan ke pintu yang terkunci. Pintu terbuka dan mereka memasuki kamar tidur. Pada saat beliau berusaha merebut senjata salah seorang anggota penculik, tetapi gagal dan bersamaan denga itu beliau dtusuk beberapa kali dngan sangkur. Beliau roboh bermandikan darah dan kemudian diseret  keluar dan dimasukkan kjedala truk lalu kemabli ke lubang buaya.
6)      Penculikan Terhadap Brigjend TNI Sutojo S
Pasukan yang bertugas menculik Brigjen TNI Sutjoo di pimpin oleh Serma Surono. Berangkat dari Lubang Buaya Tanggal 1 Oktober 1965 pukul 03.00.. sebagian anggota penculik memasuki bagian belakang rumah kediaman beliau di jalan Sumenep 17, Jakarta mlaui garasi sebelah kana. Dengan todongan sangkur mereka meminta kepada pembantu untuk menyerahkan kunci pintu yang menuju ke kamar tengah, setelah mmembuka pintu, penculik menerobos masuk dan mngatakan kepada Brigjend Sutojo, bahwa beliau di panggil presiden, kemudin para penculik membawa beliau dengan paksa keluar rumah dan membwanya ke Lubang Buaya.
7)      Penculikan Terhadap Brigjend TNI D.I Pandjaitan
Pasukan yang bertugas menculik Brigjend  di pimpin oleh Serda Sukardjo. Berangkat dari Lubang Buaya Tanggal 1 Oktober 1965 pukul 03.00. para penculik membuka pintu kediamannya yang berada di Jalan Hasannudiin 53 jakarta dengan paksa, kemudian menembak kedua keponkan beliau yang saat itu sedang tidur dilantai atas. Salah  seorang diatanratanya tewas, setelah itu para penculik berteriak memanggil Brigjend D.I Panjaitan agar keluar untuk menghadap presiden. Semula beliau tidak mau keluar, tetapi karena adanya ancaman dari para penculik yang akan membunuh seisi rumah jika tidak mau keluar, maka beliau keluar dan menuruni tangga dengan mengenakan pakaian seragam lengkap.
Setiba dihalaman, beliau tidak dapat menahan amarahnya atas sikap para anggota pasukan penculik terhadapnya. Beliau dipukul dengan popor senjata hingga jatuh. Pada saat itu juga dua orang anggota penculik yang lain menembaknya dengan senjata otomatis.
D.I Panjaitan gugur pada saat itu juga dan jenazahnya dimasukkan dalam satu kendaraan yang telah disediakan. Sementa itu, seorang anggota polisi berpangkat agen polisi ( Bharada) Sukitman yang sedang melaksanakan tugas patroli, karena mendengar letusan senjata api, mendatangi tempat kejadian. Setibanya ditempat itu ia langsung ditangkap oleh para penculik dan ikut dibawa pula ke Lubang Buaya.
  1. Konsolidasi Pelaksanaan Penculikan
  1. Penyerahan hasil penculikan
Seluruh korban penculikan dibawa ke Lubang Buaya dan diserahkan kepada pasukan Gatotkaca. Lettu Inf. Dul Arief selaku pimpinan Pasukan Pasopati segera meninggalkan Lubang Buaya sekitar pukul 06.30 menuju Cenko I di gedung Penas untuk melaporkan hasil penculikan serta lolosnya Jenderal TNI A.H Nasution dari usaha penculikan tersebut. Hadir pada saat pelaporan itu para pimpinan pelaksana Gerakan 30 September, yakni Sjam, Pono, Kolonel Inf. A. Latief, Letkol Inf. Untung, Letkol Udara heru Atmodjo, Mayor Udara Sujono.
Beberapa saat kemudian datang Brigjen Soepardjo, Mayor Inf Soekirno, dan Mayor Inf Bambang Soepeno. Ketiga perwira ini bersama Lettkol Udara Heru Atmodjo kemudian atas perintah Sjam berangkat ke Istana Merdeka untuk melapor, menjemput, serta membawa presiden Soekarno kepangkalan halim Perdana Kusumah.
  1. Penyiksaan dan Pembunuhan
Sesuai dengan fungsinya sebagai komandan pasukan cadangan, Mayor Udara Gathut Soekrisno telah menyusun kedudukan pertahanan. Kepada satuan-satuan dibagikan peralatan dan perlengkapan berupa pakaian dan senjata. Oleh karena senjata yang tersedia dianggap belum mencukupi, ia memerintahkan Serma Udara Maoen membongkar dengan paksa gudang senjata milik Korud V yang terletak di Mampang Prapatan. Pembongkaran dilakukan pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 02.30.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 05.30 pasukan Gatotkaca dibawah pimpinan Mayor Udara Gathut Soekrisno menerima hasil penculikan dari pasukan Pasopati. Sementara itu sejak pukul 05.00 para Sukuan PKI yang diantarany terdapat para Sukwati Gerwani, menunggu datangnya kendaraan yang membawa para korban penculikan di dekat sebuah sumur tua dibasis gerakan mereka daerah Lubang Buaya. Korban penculikan terdiri atas empat orang yang matanya ditutup dengan kain merah dan tangannya diikat kebelakang, serta tiga orang lainnya dalam keadaan meninggal.
Keempat orang yang masih hidup itu disiksa hingga akhirnya mninggal. Selanjutnya sukwan-sukwan PKI melemparkan korban itu ke dalam sumur. Sumur itu ditimbun dengan sampah dan tanah yang kemudian diatasnya ditanami pohon pisang untuk menghilangka jejak.
Share this article :
 

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BAHAN AJAR GURU - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger