Tahun 1580 Spanyol menyatukan portugis. Akibatnya Lisabon (Portugis) ditutup untuk pedagang Belanda oleh Spanyol karena Belanda-Spanyol terlibat perang 80 tahun. Akibatnya Belanda mencari tempat berdagang baru di Hindia Timur. Belanda datang ke Indonesa dibawah pimpinan Cornelius de Houthman 1596 di Banten.
Terbentuknya VOC
Tahun 1602 atas prakarsa Pangeran Maurits dan Barnevelt menyatukan kongsi dagang Belanda yang ada di Indonesia menjadi Veerenigde Oost Indische Compagnie (VOC). VOC bertahan hampir 198 tahun dan hancur karena korupsi. Maka Indonesia pun jatuh ke tangan Perancis (Deandles) dan Inggris (Raffles).
Penjajahan Belanda
Pada saat Converention Of London tahun 1814, Indonesia resmi dijajah Belanda. Pada masa Van Den Bosch diterapkan sistem tanam paksa (Cultuur Stelsel) 1830-1870 yang menguntungkan hampir 528 juta gulden untuk Belanda, tetapi kesengsaraan bagi Indonesia.
INDIKATOR 1.2.2
Dampak Revolusi Industri dan Revolusi Perancis
Secara umum dampak kedua revolusi itu adalah menyebarnya paham Liberalisme / kebebasan.
Dampak meluasnya paham Liberalisme
Karena semakin meluasnya Liberalisme pelaksanaan Tanam Paksa banyak mendapat tentangan. Puncaknya parlemen Belanda di Isi oleh golongan humanis-liberalis sehingga mempengaruhi kebijakan Belanda di Indonesia. Maka muncullah kebijakan Politik Etis.
INDIKATOR 1.2.3
Pengertian Politik Etis
Politik etis adalah politik balas budi, dimana Belanda wajib membayar Hutang kehormatan kepada Indonesia bila di nominalkan mencapai 187 juta gulden.
Latar belakang munculnya politik etis
PElaksanaan Sistem Tanam paksA (PESTA)
EKSploitasi KEpada Rakyat (EKS-KERA)
AKibat kRtIk GOLongan INtelektual (AKRI-GOL-IN)
Tokoh politik etis
Van Deventer, van kol (politik drainage), van hoevel (memperjuangan Indonesia di Parlemen Belanda).
Pelaksanaan trias Van Deventer
Transmigrasi = untuk mengurangi penduduk Jawa.
Edukasi = sekolah guru, sekolah pamong praja (OSVIA), sekolah dokter (STOVIA).
Irigasi = meningkatkan hasil pertanian, contoh di Demak.
Hasil politik etis
Gagal, karena pendidikan salah sasaran, kesejahteraan rakyat pribumi tetap rendah, pegawai pribumi hanya alat Belanda.
Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.
Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.
Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Politika yang meliputi:
- Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian
- Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi
- Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan
Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berarti bagi bangsa Indonesia.
Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah.
Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya.
Penyimpangan
Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini penyimpangan penyimpangan tersebut.- Irigasi
- Edukasi
- Migrasi
Dari ketiga penyimpangan ini, terjadi karena lebih banyak untuk kepentingan pemerintahan Belanda.
Kritik
Pelaksanaan politik etis bukannya tidak mendapat kritik. Kalangan Indo, yang secara sosial adalah warga kelas dua namun secara hukum termasuk orang Eropa merasa ditinggalkan. Di kalangan mereka terdapat ketidakpuasan karena pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan kepada kalangan pribumi (eksklusif). Akibatnya, orang-orang campuran tidak dapat masuk ke tempat itu, sementara pilihan bagi mereka untuk jenjang pendidikan lebih tinggi haruslah pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal.Ernest Douwes Dekker termasuk yang menentang ekses pelaksanaan politik ini karena meneruskan pandangan pemerintah kolonial yang memandang hanya orang pribumilah yang harus ditolong, padahal seharusnya politik etis ditujukan untuk semua penduduk asli Hindia Belanda (Indiers), yang di dalamnya termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers) dan Tionghoa.
Post a Comment