AKSI G30S/PKI DI TINGKAT PUSAT

  1. 1. PKI Melaksanakan Tindakan Peningkatan Situasi Ofensif Revolusioner, Tahun 1964-1965
Setelah penyusupan kader-kader PKI ke dalam tubuh aparatur negara, termasuk ABRI, organisasi Politik, dan Oraganisasi kemasyarakatanmencapai taraf yang oleh PKI dinilai cukup kuat, maka PKI mulai melaksanakan kegiatan yang mereka sebut sebagai tahap ofensif revolusioner, hal tersebut meliputi:
  1. A. Sabotase, Aksi Sepihak dan Aksi Teror
Upaya PKI,untuk menciptakan suasana revolusionr, selain dilakukan melalui kegiatan-kegiatan politik yang menghebat, juga melalui kegiatan-kegiatan sabotase, aksi sepihak dan teror.kegiatan-kegiatan tersebut antara lain adalah:
1) Tindakan Sabotase terhadap Transportrasis Umum Kereta Api oleh Serikat Buruh Kereta Api
Tindakan sabotase yang dilakukan kaum Komunis terhadap sarana-sarana penting Pemerintah mulai terlihat sejak bulan Januari 1964 rangkaian kereta api rute selatan melanggar sinyal dan langsung masuk stasiun purwokerto, jawa tengah sehingga menabrak rangkaian gerbong yang berhenti di stasiun tersebut. Tanggal 6 Februari 1964, kasus tabrakan antara dua rangkaian Kereta Api juga terjadi di Kallyasa, Sala, Jawa Tengah. Pada tanggal 30 April 1964, peristiwa yang sama terjadi di Kroya, Jawa Tengah. Tanggal 14 Mei 1964 di Cirebon dan Semarang, serta tanggal 6 Juli 1964 di Cipapar, Jawa Barat.
Menyususul kemudian beberapa kasus lepas dan larinya gerbong-gerbong dari rangkaian lokomotifnya di Tanah Abang  tanggal 18 agustus 1964, di Bandung tanggal 31 Agustus  1964, Tasikmalaya tanggal 11 Oktober 1964. Seminggu kemudian tanggal 18 Oktober 1964 di daerah yang sama yaitu Tasikmalaya terjadi kasus kecelakaan yang menimpa 20 rangkaian gerbong KA yang mengangkut peralatan Militer.
Dari hasil interogasi oleh aparat keamanan menunjukkan bahwa kasusu-kasus yang terjadi merupakan tindakan kesengajaan (sabotase) yang bertendensi politik. Para pelaku adalah anggota Serikat Buruh Kereta Api(SBKA) yang merupakan organisasi yang berada dibawah naungan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI).
2) Aksi-Aksi Sepihak BTI (Barisan Tani Indonesia)
Pada tanggal 23 Mei 1964, setelah kegiatan HUT ke-44 PKI yang dilaksanakan di Semarang , ketua CC PKI D.N Aidit serta 58 tokoh PKI termasuk didalamnya Himpunan Sarjana Indonesia (HSI) yang terpengaruh oleh PKI mengadakan gerakan Turba (Turun Kebawah) yang sekaligus melakukan penelitian yang bertujuan untuk membuktikan bahwa petani di daerah Jawa sangat miskin dan sangat potensial untuk digerakkan mendukung program PKI melalui aksi-aksi melawan tuan tanah di desa-desa.
Untuk dapat mempengaruhi para petani tersebut, PKI berpura-pura membantu mereka dengan cara melakukan kampanye penuntutan Undan-undang Bagi hasil tanah pertanian. Sejalan dengan kampanye tersebut, untuk memepertajam pertentangan kelas sesuaia dengan doktrin Marxisme-Leninisme. PKI mengkampanyekan pula sikap anti “Tujuh Setan Desa”  yaitu; tuan tanah, lintah darat, tengkulak, tukan ijon, kapitalis birokrat (kabir), bandit desa dan pemungut/pengumpul zakat. Dalam melaksanakan kampanye melawan “Tujuh Setan Desa”, PKI dengan gencar melakukan aksi massa dan aksi sepihak secara sistematis dan terencana, aksinya antara lain:
1)      Aksi Massa BTI di Jawa Tengah
Kasus peratama yang mengawali aksi massa oleh BTI[15] adalah terjadinya konflik fisik anttara kurang lebih 1000 orang sesama petani di desa Kingkang, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten pada tanggal 26 Maret 1964. Atas hasutan tokoh-tokoh PKI  setempat ratusan massa BTI melakukan pengeroyokan terhadap seorang petani yang bernama Partosoekardjo sehubungan dengan sewa-menyewa dengan Kartodimedjo.
2)      Aksi Massa BTI di Jawa Barat
Kemudian rentetan aksi BTI berikutnya terjdi di area kehutanan milik negara di hutan Karticala dan tugu, kabupaten indramayu. Pada tanggal 15 dan 16 Oktober 1964 terjadi pengeroyokan dan penganiayaan terhadap 7 anggota polisi kehutanan, yang menjaga perkebunan milik negara.
3)      Aksi Massa BTI di Jawa Timur
Pada tanggal 15 Januari 1965 terjadi gerakan aksi massa yang dilakukan oleh BTI di desa Gayam, Kediri.sekitar 1000 orang anggota BTI menyerbu dan menganiaya seorang petani bernama Soedarno yang sedang mengerjakan lahan sawahnya dengan alasan sawah yang dikerjakan oleh Soedarno adalah sawah sengketa.
3) Aksi-aksi Teror
1)      Peristiwa Kanigaro Kediri
Tanggal 13 Januari 1965 sekitar pukul 04.30 massa anggota PKI yang di pimpin oleh Ketua Pengurus Cabang Pemuda Rakyat Daerah Kediri, Soerdjadi, mengadakan terot denagn melakukan penyerbuan terhadap para akytivis Pelajar Islam Indoneisa (PII) yang sedang mengadakan pelatihan mental di desa Kanigoro, Kediri. Pada kesempatan itu PKI/PR melakukan pemukulan dan penganiayaan terhadap para Kyai  dan Imam masjid serta merusak rumah ibadah bahkan menginjak-injak kitab suci Al-Qur’an.
2)      Aksi Massa dan Demonstrasi Anti Amerika
Awal Desember 1964 sejumlah massa pendukung PKI mengadakan demonstrasi untuk memprotes kehadiran dan kegiatan Kantor Penerangan AS, United States Information Services(USIS) di seluruh indonesia. Dalam aksi massanya, mereka menghancurkan perpustakaan USIS yang berada di Jakarta dan Surabaya. Pada tanggal 11 Desember 1964, Wakil Ketua Umum Panitia Aksi Pembikotan Film Amerika Ny. Oetami Soeryadarma menuntut agar American Motion Pictures association Of  Importers (AMPAI)dibuabarkan. Untuk memperkuat tuntutan tersebut pada tanggal 28 Februari  1965 sejumlah massa PKI berdemonstrasi didepan ksiaman Dubes AS, Howard P. Jones seminggu kemudian Gerwani mengirim telegram kepada Presiden dan Menlu Dr. Soebnandrio agar menyatakan Pesona non Gatra[16] terhadap direktur AMPAI, Bill Palmer, dan sekaligus mengusirnya dari Indonesia.
Dua minggu setelah peristiwa di kantor AMPAI Jalkarta, pada tanggal 1 April 1965 seluruh massa pendukung PKI menyerang villa milik Direktur AMPAI di tugu puncak, Bogor  meskipun Bill Palmer tidak ada dikediamannya saat itu.
  1. B. Agitasi dan Propaganda
Rangakaian aksi Massa PKI dalam rangka menciptakan situasi ofensif revolusioner lebih di tingkatkan lagi melalui aglitasi dan Propagandadengan tujuan untuk lebih membakar emosi massa. Dalam upaya tersebut, PKI menggunakan unsur pers ysng sudah didominasi PKI, antara lain Kantor Berita antara dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Melalui tokoh-tokoh utamanya, PKI membangkitkan semangat progresif revolusioner dengan melakukan pidato-pidato di segala forum kegiatan, baik pemerintahan maupun non pemerintahan.
Slogan politik tentang keterlibatan PKI dan mewarnai kehidupan politik dimana-mana sehingga gamabaran apa yang di sebut sebagai situasi ofensif revolusionerbenar-benar snagat mendominasi kohidupan sosial-politik mkasyarakat saat itu. PKI juga memanfaatkan program pendididkan kader revolusi dan kader Nasakom yang diselenggarakan oleh pemerintah melalui Front Nasional.
  1. 2. Aksi Fitnah Terhadap Pimpinan TNI-AD tahun 1965
Setelah PKI secara politis berhasil memperlemah lawan-lawannya, baik parpol, ormas maupun perorangan, maka tinggallah satu kekuatan sebagai penghambat utama bagi pelaksanaan program politiknya, yaitu ABRI, khususnya TNI-AD. Karenanya PKI menyusun konsep-konsep kegiatan yang bertujuan melemahkan posisi pimpinan TNI-AD. Diantaranya dengan melakukan fitnah politik yangditujukan kepada TNI-AD
  1. Isu Dewan Jendral
Dalam rangka memperburuk citra TNI-AD, PKI melancarkan isu Dewan Jendral. Isu ini disebarluaskan melalui anggota0anggota PKI yang aktif bekerja dalam berbagai lingkungan. Agar isu ytersebut sampai kepada Presiden, maka salah seorang anggota PKI yang duduk dalam DPR-GR bernama Soedjarwo Harjowisastro memberikan isu tersebut sebagai informasi kepada Kepala Staf BPI (Badan Pusat Intelijen), Brigjend Pol Soetarto yang juga merupakan anggota PKI.
Dikatakan bahwa Dewan Jendral terdiri atas sejumlah Jendral TNI-AD, antara lain Jendral TNI A.H. Nasution, Letjend TNI A. Yani, Mayjend TNI Soeprapto, Mayjend TNI S. Parman, Mayjend TNI Haryono M.T, Brigjend TNI Sutoyo S, Brigjend TNI D.I Pandjaitan, dan Brigjend TNI Sukendro yang mempunyai sikap antipati terhadap PKI.
Isu Dewan Jendral terus dilakukan dalam bentuk desas-sesus yang memperburuk citra TNI-AD, dan seolah-olah Dewan Jendral adalah kelompok Perwira Tinggi TNI-AD yang tidak loyal kepada Presiden dan mempunyai kegiatan politik menilai kebijaksanaan Presiden. Oraganisasi-organisasi yang bernaung dibawah PKI digunakan sebagai sarana untuk menyebar luaskan isu tersebut, dan mulai terdengar bulan Mei 1965.
Lingkup penyebaran isu Dewan Jendral adalah sebagai berikut:
  1. Penyebarluasan isu yang menyatakan tentang adanya Dewan Jendral didalam  tubuh TNI-AD yang mempunyai tugas khusus memikirkan usaha-usaha dalam rangka menghadapi kegiatan yang bersifat “kiri[17]”. Dengan isu tersebut, PKI ingin menciptakan kesan bahwa TNI-AD merupakan kekuatan yang bersifat “Kanan” yang anti PKI.
  2. Diisukan bahwa Dewan jendral yang disebut sebagai kekuatan kanan mempunyai tujuan yaitu meniklai kebijaksanaan Presiden selaku Pemimpin Besar Revolusi. Pda lingkup ini PKI ingin memberi kesan bahwa Dewan Jendral adalah sebuah badan dalam TNI-AD yang tidak dapat dijamin loyalitasnya kepada BPR. Tujuannnya adaah menhgadu domba  antar TNI-AD dengan Presiden
  3. Diberitakan Dewan  Jendral bekerjasama dengan imperalis, dalam rangka upaya PKI meyebarluaskan kesan kepada masyarakat seolah-olah TNI-AD telah mengkhianati perjuangan rakyat Indonesia. Isu ini semakin berkembang dengan tersiarnya “dokumen Gilchirst[18]” pad bulan Mei 1965
  4. Pada sekitar awal bulan september 1965 dilancarkan isu bahwa Dewan Jendral akan merebut kekuasaan dari presiden Soekarno dengan memanfaatkan pengerahan pasukan dari daerah uang didatangkan ke Jakarta dalam rangka peringatan HUT ABRI pad tanggal 5 Oktober 1965. Kemudian, untuk lebih meyakinkan masyarakat mengenai kebenarannya, PKI telah menciptakan Isu Kabinet Dewan Jendral sebgai berikut:
1)      Perdana Menteri                         :Jendral TNI A.H. Nasution
2)      Wakil PM/Menteri Pertahanan  : Letjend TNI A. Yani
3)      Menteri Dalam Negeri                : Hadisubeno
4)      Menteri Luar Negeri                   : Roeslan Abdulgani
5)      Menteri Hubungan Dagang LN: Brigjend TNI Sukendro
6)      Menteri Jaksa Agung                  : Mayjend S. Parman
  1. Dalam rangka menyiapkan Gerakan 30 September, biro khusus secara intensif mempengaruhi iknum-oknum anggota ABRI yang telah dibinanya dengan Brifing-Brifing situasi politik, yang intinya :
1)      Ada Dewan Jendral yang akan mengadakan perebutan kekuasaan dari Presiden
2)      Perlu ada gerakan m iliter untuk mendahului rencana Dewan Jendral tersebut
Bentuk pengembangan isu Dewan Jendral menjadi rencana matang akan adanya perwira-perwira yang berpikiran maju mendahului rencana Dewan Jendral.
Share this article :
 

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BAHAN AJAR GURU - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger